Diawali ketika Gubernur Jakarta Ali Sadikin berkuasa (1966-1977), panggilan “Abang” bagi Gubernur mulai populer. Sebelumnya, panggilan tersebut tidak pernah populer nyangkut kepada petinggi macam Gubernur DKI ini.
Seperti yang kita tahu, “Abang” adalah panggilan akrab untuk orang Betawi, atau jika mau lebih realistis panggilan akrab yang didasarkan bukan semata hanya karena alasan identifikasi biologis, tapi lebih kepada pengikat identifikasi antar lokalitas budaya – khususnya di Jakarta – mau dari mana pun asalnya.
Lantas, bagaimana panggilan “Abang” ini bisa populer nyangkut kepada Gubernur DKI hingga saat ini?
Ceritanya begini. Pada tahun 1968 Jakarta berulang tahun. Adalah wartawan senior Rosihan Anwar dalam sebuah tulisannya memberikan usul kepada masyarakat Jakarta agar Gubernur Ali Sadikin diberi nama kehormatan yaitu “Bang Ali.”
Sebab menurut Rosihan, anak-anak Betawi asli suka memakai sebutan “Abang” atau “Bang” bagi orang yang disenanginya dan dihormatinya.
Dan rupa-rupanya, Ali Sadikin adalah sosok pemimpin yang masuk dalam kategori tersebut. Disenangi dan dihormati. Dia figur populer bukan hanya dikalangan masyarakat Betawi saja, tetapi juga warga Ibukota pada umumnya. Oleh karenanya dirasa pantas menyandang sapaan “Bang Ali.”
Lewat tulisan tersebut, Rosihan Anwar menjelaskan, “Betul, Jakarta kini sudah merupakan kota kosmopolitan. Berbagai ragam orang berdiam disitu. Tetapi ciri-ciri Jakarta asli masih tetap ada, dan sesuai dengan itu saya mengusulkan agar Gubernur Ali Sadikin diberi sapaan kehormatan Bang Ali.” Tulis Rosihan.
Dan ternyata usulan tersebut disambut baik oleh yang bersangkutan dan segeralah dilakukan penobatan. Sekali lagi, Penobatan. Hehehe.
***
Adalah Yayasan Hoesni Thamrin – yayasan masyarakat Jakarta – yang melakukan penobatan yang dimaksud tadi.
Bahkan bukan saja “Bang Ali” saja yang diberi dan dinobatkan, tapi juga sang istri tercinta diberi nama kehormatan yakni “Empok Noni,” lewat sebuah seremonial penobatan yang tentunya menghadirkan ragam acara yang berisi serba Jakarta, suguhan ala Jakarta, dekorasi pun ala Jakarta.
Jadilah duet pasangan suami istri serasi dengan sapaan kehormatan “Bang Ali” dan “Empok noni.”
Sang Gubernur ikonik ini kelak sedikit bernostalgia dengan kenangan atas peristiwa tersebut,
“Memang saya mendambakan sekali agar semua orang yang tinggal di Jakarta ini merasa bahwa mereka adalah penduduk Jakarta, bukan lagi penduduk tempat lain. Mereka harus mencintai Jakarta, merasa bagian dari Jakarta,”
Demikian komentar Bang Ali sebagaimana tertulis dalam memoarnya.
Syahdan, bagaimanakah Jakarta saat ini?
MZ