Dewantara, Jakarta – Tri Wahono dari opini.id hadir sebagai pembicara dalam rangkaian program Lawatan Sejarah Daerah (LASEDA) 2020 pada Selasa (10/3/2020) yang dihelat di Yello Hotel Harmoni, Jakarta Pusat.
Budaya ‘Mobile Video’
Tri Wahono menyampaikan materi berjudul The Role of Mobile Video. Ia memulai, “Kita semua paham sekarang zamannya smartphone.” Lalu, “di sini siapa yang kalau mau mencari suatu informasi di internet masuk ke situs google? Lalu siapa yang mencarinya lewat youtube? Nah, buat yang ngakses pertama google ada sebagian, dan yang mengakses pertama lewat youtube juga ada.”
Tri dengan tegas menyampaikan bahwa, “Facebook will be all video by 2021.” Kemudian Tri menjelaskan karakteristik dari tiap-tiap platform media sosial.

Elemen Kunci dari ‘Mobile’
“Jadi setelah kita tau karakteriktis masing-masing platform, termasuk juga karakteristik TikTok maka apabila kita mau membuat suatu konten di media sosial kita, kita perlu memperhatikan tiga hal.” kata Tri.” Pertama adalah Audience , dimana kata kuncinya adalah proxymity (kedekatan.red)”
Kedekatan di sini meliputi who are they (siapa audience kita), why do they need your information (kenapa mereka membutuhkan informasi dari kamu), what are their habbit in social media (bagaimana kebiasaan mereka di media sosial), dan how they consume your video (dengan cara bagaimana mereka menerima video kamu)
Kedua, adalah Best format , kata kuncinya adalah go beyond, artinya jangan buat yang biasa-biasa saja.
Tidak membuat yang biasa-biasa saja meliputi which platform do you choose (platform apa yang kamu pilih), what is our style (seperti apa sih gaya kita), what is our reference (referensi konten seperti apa yang selama ini dijadikan patokan), what is our color (warna konten kita dominan warna apa)
Ketiga, adalah Best content , kata kuncinya adalah go different, artinya tidak harus benar-benar beda, tapi yang penting punya ciri khas.
Mempunyai ciri meliputi whats make us different (apa yang membuat konten atau chanmel kita beda), what is our key message (apa kunci utama dari pesan yang kita sampaikan), whats our key objection (dimana posisi-posisi kunci kita), whats our positioning on issues (dimana posisi kita dalam menanggapi suatu isu) .
Kamu Yang Memilih Jalur Kontenmu Sendiri
Pada sesi tanya jawab, terdapat dua pertanyaan. Pertama, bagaimana kita mengantisipasi kondisi bahwa ada konten yang dibuat di suatu platform – biasanya dari twitter – kemudian dibawa ke platform lain – biasanya ke instagram. Lalu kemudian ketika dibawa ke instagram, konten itu jadi kehilangan konteksnya. Dan parahnya, ketika kehilangan konteks dan kemudian disalahpahami, ditambah lagi dibawa ke platform youtube, yang mana bakal lebih viral dan pada akhirnya kecenderungannya menjadi hoax.
Kedua, pertanyaan yang menanyakan tentang bagaimana memilih untuk mencari pemasukan uang dari platform media yang dimiliki, walau resikonya hanya jadi pemburu konten.
Tri menjawab pertanyaan pertama dengan, “Saat ini, setelah Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) tahun 2019 kita yakin bahwa setiap kelompok pendukung fanatik – sebut saja cebong dan kampret – hanya mau menyerap informasi dari lingkaran pendukungnya saja.” Lebih lanjut, “ini yang dalam dunia media disebut era post-truth. Dimana kita menerima kebenaran sesuai selera kebenaran yang ingin kita baca atau dengar.”
“Saya yakin pada masing-masing platform, baik itu Facebook, Twitter, Instagram, maupun Youtube, pihak pengelola platform sudah dan terus berjuang sekuat tenaga untuk memerangi hoax. Karena kalau di platform mereka ada hoax , itu akan merugikan platform mereka sendiri.”
Tri menjawab pertanyaan kedua dengan mengembalikan pilihan kepada diri masing-masing. “Sesungguhnya kita harus memilih. Dasar kita membuat konten apakah ‘untuk mendapatkan uang’. Contohnya sudah banyak, tipe seperti ini kamu sendiripun sudah tau siapa-siapa orangnya. Atau kita membuat konten untuk berbagi ilmu pengetahuan atau konten yang positif. Kalau yang memilih ‘berbagi ilmu pengetahuan’ tidak berarti juga harus kehilangan uang.”
Pada akhirnya, platform yang dapat digunakan banyak. Selain Facebook, Twitter, Instagram, dan Youtube, ada juga Tiktok. Dan bahkan dapat menggunakan platform flashmob. Seperti Flashmob tarian tradisional yang dimaikan di Jl.Malioboro Yogyakarta yang sengaja ditampilkan untuk membumikan kembali budaya nusantara.
(Ahmad Muttaqin)