OKI Belajar dan Mengajar Digital: Dari Kelas Pemerintahan untuk Seluruh Warga
OGAN KOMERING ILIR || DEWANTARA.id – Suasana seminar nasional di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Jumat (19/9/2025), terasa seperti ruang ujian besar. Di hadapan akademisi, pejabat, dan mahasiswa, nama Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) disebut masuk 10 besar nasional tata kelola transformasi digital versi Gajah Mada Digital Transformation Governance Index (GM-DTGI) Awards 2025.
Tepuk tangan mengiringi Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Republik Indonesia, Nezar Patria, saat menyerahkan penghargaan itu kepada Dinas Komunikasi dan Informatika OKI, diwakili oleh Kabid Layanan e-Government Muttaqin Noviandy Shariff. Bagi banyak peserta seminar, capaian ini menjadi contoh bagaimana pemerintah daerah bisa “belajar dan mengajar” teknologi secara sistematis.
Kelas Besar Bernama Transformasi Digital
GM-DTGI bukan sekadar penghargaan teknologi, melainkan semacam “rapor” untuk pemerintah daerah. Indeks yang dikembangkan tim peneliti UGM ini mengukur kesiapan dan efektivitas kebijakan digital di berbagai daerah. “Kami menilai dari tujuh pilar utama, termasuk tata kelola data, desain platform yang berpusat pada pengguna, hingga keamanan siber dan privasi,” jelas Prof. Syaiful Ali, Ketua Peneliti GM-DTGI.
Bagi OKI, ini adalah pengakuan bahwa mereka lulus ujian penting: bukan hanya mengadopsi sistem elektronik, tapi juga mendidik aparat dan masyarakat agar melek digital.
Dari Regulasi Menjadi Kurikulum Nyata
Transformasi digital OKI diawali dengan landasan regulasi yang bisa disebut sebagai “kurikulum”. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) adalah “buku teks” utamanya. Dilanjutkan dengan penyusunan masterplan smart city 2023–2028, arsitektur SPBE 2024, serta penguatan pusat data dan jaringan e-government terpadu.
Tak kalah penting, program literasi digital bagi ASN dan masyarakat menjadi mata pelajaran wajib. ASN belajar mengelola aplikasi layanan publik, masyarakat belajar mengakses layanan elektronik tanpa harus antre. Ini menjadikan transformasi digital sebagai proses pendidikan bersama.
Guru dan Murid di Era Digital
Plt. Kepala Diskominfo OKI Adi Yanto melalui Kabid Layanan e-Government Muttaqin Syarif menyebut penghargaan ini sebagai “motivasi belajar”. “Transformasi digital tidak bisa berjalan sendiri. Kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk sesama pemerintah daerah, akademisi, dan unsur pentahelix lainnya sangat penting,” ujarnya.
Dalam praktiknya, Diskominfo OKI berperan seperti guru yang menyusun modul, melatih ASN, dan memfasilitasi masyarakat. Sementara warga adalah murid yang ikut aktif — bukan hanya menerima, tetapi juga memberi umpan balik untuk perbaikan layanan.
Laboratorium Kebijakan Publik
Bagi dunia pendidikan, pengalaman OKI dapat dijadikan “laboratorium kebijakan publik”. Bagaimana teori SPBE diterjemahkan menjadi aplikasi nyata? Bagaimana mengukur hasil belajar ASN? Bagaimana menciptakan sistem digital yang inklusif? Pertanyaan-pertanyaan ini kini punya contoh jawabannya di OKI.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, dalam keynote speech-nya mengingatkan bahwa transformasi digital harus berdampak langsung pada masyarakat. “Akses layanan publik yang lebih mudah, efisien, serta mendorong pertumbuhan ekonomi daerah,” katanya. Prinsip ini selaras dengan filosofi pendidikan: ilmu untuk kemaslahatan.
Masyarakat Sebagai Kampus Terbuka
OKI menjadikan masyarakat sebagai kampus terbuka. Program literasi digital, penyederhanaan layanan online, dan pengembangan aplikasi lintas sektor mendorong warga lebih percaya diri menggunakan teknologi. Pelajar, guru, wirausahawan, hingga perangkat desa mendapatkan manfaat dari keterpaduan data dan layanan elektronik.
Ke depan, pemerintah pusat akan mendorong inisiatif seperti Single ID dan DTSEN (Data Teknologi Sektor Ekonomi Nasional). Dengan sistem yang terhubung, pembelajaran digital ini akan makin kaya sumber daya.
Inspirasi Pendidikan untuk Daerah Lain
Prestasi OKI menunjukkan bahwa pendidikan digital bukan hanya milik perguruan tinggi atau kota besar. Dengan visi yang jelas dan kemauan belajar, daerah mana pun bisa mengubah wajah layanan publiknya.
Bagi guru dan akademisi, cerita ini bisa dijadikan bahan ajar tentang manajemen perubahan, kepemimpinan digital, dan literasi masyarakat. Bagi ASN dan mahasiswa, ini adalah inspirasi tentang pentingnya pembelajaran sepanjang hayat di era pemerintahan digital.
Belajar Tak Pernah Usai
Capaian ini sebagai bagian dari proses panjang. OKI sedang “mengajar” dirinya sendiri, aparatur, dan warganya tentang arti digitalisasi. Dari regulasi menjadi praktik, dari teori menjadi pelayanan nyata.
Jika konsisten, Kabupaten OKI bukan hanya bertahan di 10 besar nasional, tapi juga menjadi pusat pembelajaran transformasi digital di tingkat regional. Sebab pada akhirnya, transformasi digital adalah proses pendidikan berkelanjutan — belajar, mengajar, dan berbagi manfaat untuk semua.
TEKS : AHMAD MAULANA | EDITOR : WARMAN P | FOTO : NET

