
Kades di PALI Lulus P3K, Diknas Pertanyakan Rangkap Jabatan
Dewantara.id || PALI – Lulusnya tiga kepala desa di Kabupaten PALI, Sumsel sebagai calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK/P3K) berbuntut panjang. Dalam soal ini,
Kepala Dinas Pendidikan PALI, Ardian Putra Muhdanili, S.T., juga menyesalkan bila selama ini masih ada oknum kepala desa (kades) yang merangkap jabatan sebagai guru dan menjabat kades.
Sebab, menurut Ardian, semua nama guru yang masuk ke data Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yang mengupload operator sekolah. Dengan kata lain, upload data ini hanya bisa dilakukan oleh operator atas perintah kepala sekolah. Kemudian, pihak Diknas hanya melakukan verifikasi, tentang kelengkapan data dan kebenaran data yang dikirim, seperti Surat Keputusan (SK) kepala sekolah, dan lainnya.
“Oleh karenanya, yang paling tahu adalah kepala sekolah. Mengapa mereka mengeluarkan SK untuk guru yang ternyata menjabat juga sebagai kades. Apakah benar mengajar atau tidak? Tentu mereka yang tahu itu. Semestinya, bila guru aktif yang sudah menjadi kades, seharusnya SK tidak dikeluarkan lagi atau tidak diperpanjang lagi, sebab yang bersangkutan sudah menjadi kades,” tutur Ardi, di kantornya, Rabu (8/1/2025).
Senada dengan itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) PALI, Edy Irwan, S.E., M.Si., juga menyesalkan ada kades yang merangkap jabatan menjadi guru dan ikut melamar sebagai PPPK.
Sebab menurut Edi, sesuai undang-undang desa, dinyatakan bahwa kades tidak boleh rangkap jabatan. Hal itu, agar pelayanan kepada masyarakat desa tetap optimal, serta tidak ada konflik kepentingan, yang bisa mengganggu roda pemerintahan di tingkat desa.
Bahkan pada penjelasan lainnya menyebutkan, diantara syarat untuk mendaftar sebagai calon P3K secara online, pelamar harus melengkapi berkasnya dengan surat pernyataan dari pihak sekolah.
Salah satu isi berkasnya, yang bersangkutan harus menyatakan sebagai honorer masih aktif dalam proses belajar mengajar selama minimal 2 tahun berturut turut tanpa jeda. Sementara, tiga oknum kades di PALI ini sudah lama, tidak lagi menjadi guru, karena tugas ketiganya sebagai kepala desa.
Terhadap hal ini, Irwan akan segera memanggil ketiga kades itu, untuk klarifikasi kebenaran kabar ini. Sebab Irwan mengatakan, ketiga oknum kades ini tidak melakukan koordinasi, sebelum mendaftar sebagai calon P3K secara onlline.
“Sebelumnya mereka tidak ada koordinasi atau konsultasi dengan pihak DPMD dahulu. Oleh karenanya kita menyesalkan hal ini. Besok mereka akan kita panggil dahulu,” tegasnya.
Masih Terdaftar di Dapodik
Masalah ini terungkap melalui Dapodik yang masih mencantumkan nama Rudini sebagai pengajar aktif di SMP Sukamaju. Padahal yang bersangkutan, sudah tidak lagi menjadi guru di SMPN 5 Talang Ubi, karena Rudini telah menjabat sebagai Kades Sukamaju sejak tahun 2015.
Data lainnya tertuang dalam Dapodik, ada Ari Mediansyah, Kades Babat dan Rozali, Kades Betung Barat. Namun keduanya masih terdaftar di Dapodik dari tahun 2019.
Menanggapi persoalan ini, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten PALI, Haris Munandar, S.Pd.Fis.,M.Si, kepada awak media menyatakan, kapasitas pihak BKPSDM hanya menerima berkas lamaran seleksi PPPK yang diupload secara online. “Proses verifikasi yang dilakukan hanya terbatas pada kelengkapan dokumen saja,” ujarnya.
Oleh sebab itu, menurut Haris pihaknya tidak bisa melakukan verifikasi kebenaran data yang dikirim secara online. Hal itu bukan kewenangan BKPSDM.
“Soal apakah dokumen itu benar atau tidak, termasuk bagaimana mendapatkannya, kita tidak sejauh itu. Karena kalau guru, acuannya data yang ada pada Dapodik yang diinput oleh operator sekolah dan dinas pendidikan,” jelas Haris, di kantornya, Selasa (7/1/2025).
Haris menjelaskan, para peserta seleksi PPPK, mengupload persyaratannya secara online menggunakan akun Sistem Seleksi CPNS Nasional (SSCASN) masing-masing. Sehingga tidak bertemu secara tatap muka dengan ASN di BKPSDM.
Koordinasi dengan BKN
‘“Oleh karenanya, kami tidak tahu jika peserta adalah kades atau bukan. Sebab, kami hanya berdasarkan kelengkapan syarat yang diupload. Namun, bila kemudian setelah dinyatakan lulus, ternyata ada informasi dari masyarakat yang menyatakan bahwa peserta tersebut sudah menjadi kades, maka seperti apa nanti tindaklanjutnya, kami akan lebih dulu berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Nasional (BKN). Sebab seperti tahun kemarin, ada perangkat desa juga tidak bisa,” urainya.
Uji Kompetensi Kades
Sementara itu, Rudini, salah satu Kepala Desa Sukamaju yang dinyatakan lulus tes seleksi PPPK tersebut mengatakan, tujuan dirinya mengikuti tes PPPK ini, pertama; sebagai sarana untuk uji kompetensi diri, bahwasanya seorang kades juga mempunyai skil administrasi yang bagus.
Kedua, menurut Rudini, untuk mengangkat citra baik nama kades di Kabupaten PALI. Sebab menurut Rudini, selama ini kades-kades di Kabupaten PALI cenderung memiliki citra yang negatif.
“Alhamdulillah dengan ada tiga kades yang lulus tes PPPK ini, menunjukkan tren bagus, bahwa kades di Kabupaten PALI untuk saat ini, mulai ke arah yang lebih positif,” ujarnya.
Sebagai Guru dan Kades
Ditanya kegiatan mengajar yang pernah dilakukan, Rudini mengaku dirinya
menjadi guru honorer sejak 2009-2012. Bahkan, Rudini juga sudah mendapat
Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) sebagai tenaga pengajar di SMP Negeri 5 Talang Ubi.
“Kalau di tanya kapan saya mengajar atau bekerja menjadi guru honorer? saya mulai menjadi guru honorer sejak tahun 2009-2012. Saya juga punya NUPTK dan saya aktif mengajar di SMP Negeri 5 Talang Ubi,” ujarnya.
Rudini menjelaskan, pada Juli 2021 dirinya ikut tes CPNS. Kemudian tahun 2022 Rudini ikut tes PPPK dengan metode operasi guru senior dan kepala sekolah dan dinas pendidikan.
“Tahun 2023 saya ikut lagi seleksi tes PPPK, yang terakhir di tahun 2024 ini, saya ikut lagi tes PPPK di Jakabaring Palembang dan saya dinyatakan lulus,” ujarnya.
Masih Aktif Mengajar
Berdasar itu, Rudini memastikan dirinya masih aktif sebagai pengajar yang terdaftar di Dapodik, meskipun posisinya sudah menjadi kades.
“Kalau setiap tahun saya selalu bisa ikut tes, artinya saya secara resmi masih terdaftar di Dapodik, karena sejak tahun 2020, saya sudah aktif mengajar,” tegasnya.
Beriring dengan dua posisi antara sebagai guru dan kepala desa yang dijalani selama ini, Rudini mengaku kedua tugas itu bisa dilakukan secara berkesinambungan. Sebab, Rudini hanya guru mata pelajaran yang tidak selalu berada di sekolah dalam satu hari (full day).
“Saya di SMP ini kan guru mata pelajaran saja. Artinya, kalau guru mata pelajaran itu tidak full day. Saya hanya mengajar per hari 2 jam pelajaran atau sekitar 70 menit waktu biasa. Artinya dalam seminggu itu, tidak full. Kecuali saya mengajarnya di SD. Kalau di SD, kita mengajar seperti wali kelas, jelas itu full day dari Hari Senin sampai Sabtu. Tapi kalau di SMP, saya hanya guru mata pelajaran cuma 2 jam pelajaran per hari dalam satu Minggu. Artinya sangat tidak menganggu tugas saya sebagai kades untuk menjalankan pelayanan masyarakat,” ujarnya.
Sementara, untuk menjalankan tugasnya sebagai kepala desa, Rudini mengatakan, dirinya dibantu staf dan perangkat desa. Sehingga kegiatan mengajar tidak mengganggu kegiatan pemerintahan di desanya.
“Saya selaku kepala desa, banyak pembantunya. Ada Pak Sekdes, ada Pak Kepala Urusan, ada Pak Kepala Seksi, ada Kepala Dusun, ada LPMD, ada Linmas, ada PKK, ada Karang Taruna. Semuanya itu membantu saya, dalam menjalan tugas saya sebagai kepala desa,” tegasnya.
Mencermati hal itu, Jon Kenedi SH, Advokat di Palembang menilai, perilaku
tiga oknum kades itu jelas melanggar undang-undang (UU) no 6 tahun 2013 tentang desa. Dalam UU itu jelas disebutkan, seorang kepala desa tidak boleh memiliki rangkap jabatan.
Masalahnya bukan pada keseimbangan dalam menjalankan tugas guru dan kepala desa yang dibantu staf dan perangkat desa, tetapi menurut Jon, adanya undang-undang yang melarang rangkap jabatan yang dilakukan dalam satu periode yang sama.
Diduga, tiga oknum kades yang terdaftar di Dapodik masih menerima honor sebagai tenaga pengajar aktif, meskipun pada kenyataannya, mereka sudah tidak lagi menjagar, karena ketiganya sudah menduduki jabatan kades.
Melanggar Undang-Undang
Bila kasus ini benar, perbuatan ketiga oknum kades ini telah merampas hak dari para guru honorer lainnya untuk lulus seleksi P3K. Sebab menurut Jon, masuknya tiga oknum kades yang lulus P3K jelas menutup kesempatan orang lain yang seharusnya menjadi hak mereka.
“Bisa saja, ada tiga orang warga yang seharusnya lulus, tetapi karena ada tiga oknum kades ini, akhirnya tiga warga yang seharusnya lulus, menjadi tidak lulus karena terhalang oleh 3 kades yang ikut tes dan lulus P3K ini. Jelas ini menghalangi kesempatan orang lain, yang melanggar undang-undang,” ujarnya.
Terhadap pemberian SK guru dan surat pernyataan aktif kepada tiga oknum kades dari sekolah, menurut Jon hal itu perilaku melanggar hukum dalam kategori membuat data palsu.
“Kalau memang faktanya mereka sudah tidak mengajar, tapi kenapa masih mendapat SK dan dinyatakan aktif mengajar, itu kan memasulkan data. Ini jelas melanggar undang-undang,” tambah Jon.
Jon menegaskan, bila kebijakan sekolah ini kemudian merugikan sejumlah pihak, atau mengakibatkan kerugian warga, tentu warga bisa mengajukan sikap keberatan atau gugatan secara hukum.
“Siapapun yang merasa dirugikan oleh kebijakan berhak menggugat secara hukum. Negara ini diatur oleh undang-undang. Jadi semuanya juga harus berjalan secara prosedural, sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku,” tegasnya.**
TEKS : (ESSA/tim)|
EDITOR : IMRON SUPRIYADI