
Kongkalikong Kades Lulus P3K dan ASN, Terancam 7 Tahun Penjara
Dewantara.id || PALEMBANG – Tindakan beberapa oknum kepala desa (kades) yang lulus Perjanjian Kerja (PPPK/P3K) diduga melanggar pidana dan perdata. Bukan hanya oknum kades, tetapi termasuk juga oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja sama dalam masalah ini, bisa dikenakan tindak pidana korupsi (Tipikor) termasuk dalam kategori tindak pidana suap.

“Suap bagian dari korupsi, dan korupsi bukan lagi dipandang kejahatan konvesional, melainkan kejahatan luar biasa (extraordinary crime), yang dikenakan Pasal 242 KUHP dengan ancaman 7 Tahun penjara. Baik oknum ASN dan oknum kades terancam diberhentikan dari jabatannya secara tidak terhormat (PTDH),” ujar Advokat Jon Kenedi, S.H, Minggu (19/01/2025), melalui saluran Whatssap yang dikirim ke awak media.
Hal itu disampaikan Jon Kenedi, menanggapi perihal kades yang lulus P3K, di sejumlah daerah di Sumsel, satu dianataranya yang terbaru di Kabupaten PALI, Sumsel.
Anak didik Advokat senior di Sumsel, Februarrahman, SH ini menambahkan,
perilaku oknum kades itu sangat merugikan. Bukan hanya bagi hak honorer yang ikut tes dan dengan batasan kuota penerimaannya, tetapi kerugian moral juga bagi Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) PALI, yang telah dilumuri lumpur aib buruk di awal tahun 2025 ini.
BERITA TERKAIT : Kades di PALI Lulus P3K, Diknas Pertanyakan Rangkap Jabatan
Masuknya oknum kades yang lulus P3K ini, menurut Jon, sangat jelas telah mengangkangi peraturan hukum yang berlaku di negeri ini. Hal ini terjadi, bukan hanya dilakukan oknum kades, melainkan bekerja sama dengan oknum operator dan kepala sekolah. “Sangat jelas, ini dolus atau unsur kesengajaan,” tegasnya.
Menurut Jon, bila berdasar pada peraturan yang berlaku, seharusnya sejak terpilihnya oknum guru honorer menjadi kades secara definitif, maka sejak itulah nama yang bersangkutan harus dicabut dari database honorer melalui penghapusan di Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
Secara otomatis, menurut Jon, bila nama seorang guru honiorer sudah dihapus dari Dapodik, dipastikan yang bersangkutan tidak akan terdaftar sebagai tenaga pengajar honorer.
“Siapapun dia, kalau namanya sudah dihapus dari database dapodik, tentu tidak bisa ikut tes PPPK. Sebab, salah syarat bisa ikut PPPK, kan harus terdaftar di Dapodik. Kalau sudah dihapus, yang bersnagkutan pasti tidak akan bisa ikutr tes. Tapi faktanya ini kan tidak begitu. Jelas-jelas sudah dilantik sebagai kades, tetapi namanya masih terdaftar di dapodik sebagai guru honorer,” Jon menyoal kasus ini.
Melihat masalah ini, Jon memastikan adanya rekayasa administrasi. “Semua ini tidak bisa terjadi, kalau tidak dengan merekayasa atau memanipulasi administrasi dengan bekerja sama antara oknum kades, opertator dan kepala sekolah,” tambahnya.
Ditanya tentang kerugian peserta lainnya yang gagal akibat masalah ini,
Jon yang juga Ketua Badan Penyuluhan Pendampingan Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila Lubuklinggau ini menjelaskan, secara perdata, bagi peserta yang dirugikan bisa menggugat ke Pemkab PALI, baik di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) maupun Pengadilan Negeri (PN) setempat.
“Sanksi administratifnya, oknum kades itu, secara otomatis akan dinyatakan tidak lulus karena cacat formal atau batal demi hukum. Hal ini menjadi penting dilakukan untuk memberikan efek jera, sekaligus untuk mewujudkan keberlangsungan pemerintahan yang bersih dan terbebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN),” tegasnya.
“Saya secara pribadi maupun kelembagaan, siap membantu melakukan advokasi bagi peserta jika membutuhkan pendampingan,” ujarnya.
Merespon adanya kasus ini, Kepala Dinas Pendidikan PALI, Ardian Putra Muhdanili, S.T., juga menyesalkan bila selama ini masih ada oknum kepala desa (kades) yang merangkap jabatan sebagai guru dan menjabat kades.
Sebab, menurut Ardian, semua nama guru yang masuk ke data Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yang mengupload operator sekolah. Dengan kata lain, upload data ini hanya bisa dilakukan oleh operator atas perintah kepala sekolah. Kemudian, pihak Diknas hanya melakukan verifikasi, tentang kelengkapan data dan kebenaran data yang dikirim, seperti Surat Keputusan (SK) kepala sekolah, dan lainnya.
“Oleh karenanya, yang paling tahu adalah kepala sekolah. Mengapa mereka mengeluarkan SK untuk guru yang ternyata menjabat juga sebagai kades. Apakah benar mengajar atau tidak? Tentu mereka yang tahu itu. Semestinya, bila guru aktif yang sudah menjadi kades, seharusnya SK tidak dikeluarkan lagi atau tidak diperpanjang lagi, sebab yang bersangkutan sudah menjadi kades,” tutur Ardi, di kantornya, Rabu (8/1/2025).
Terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) PALI, Edy Irwan, S.E., M.Si., juga menyesalkan ada kades yang merangkap jabatan menjadi guru dan ikut melamar sebagai PPPK.
Sebab menurut Edi, sesuai undang-undang desa, dinyatakan bahwa kades tidak boleh rangkap jabatan. Hal itu, agar pelayanan kepada masyarakat desa tetap optimal, serta tidak ada konflik kepentingan, yang bisa mengganggu roda pemerintahan di tingkat desa.
Bahkan pada penjelasan lainnya menyebutkan, diantara syarat untuk mendaftar sebagai calon P3K secara online, pelamar harus melengkapi berkasnya dengan surat pernyataan dari pihak sekolah.
Salah satu isi berkasnya, yang bersangkutan harus menyatakan sebagai honorer masih aktif dalam proses belajar mengajar selama minimal 2 tahun berturut turut tanpa jeda. Sementara, tiga oknum kades di PALI ini sudah lama, tidak lagi menjadi guru, karena tugas ketiganya sebagai kepala desa.**
TEKS : AHMAD MAULANA/ESSA | EDITOR : IMRON SUPRIYADI
