
MUARAENIM || Dewantara.id — Sinar matahari sore masih menetes malu-malu dari sela-sela pepohonan ketika adzan ashar baru saja dikumandangkan. Dari Masjid Julaibib, satu per satu santri Pondok Pesantren (PP) Tahfidz dan Dakwah Laa Roiba keluar dengan langkah ringan, membawa wudhu yang masih basah di wajah mereka. Tapi tak semua menuju asrama. Puluhan santri kelas X langsung berbelok ke gedung Balai Latihan Keterampilan (BLK). Di sinilah lembar awal sebuah sekolah unik dimulai: Sekolah Khatib dan Imam (SKIM) Laa Roiba.
Senin, 16 Juni 2025. Menjadi tanggal bersejarah. Hari pertama SKIM Laa Roiba resmi digulirkan. Digagas oleh PP Laa Roiba, sekolah ini bukan sekadar pelatihan rutin. Ia diniatkan menjadi pabrik kecil pembentuk pemuka umat: para khatib dan imam masa depan.

Mewakili pendiri dan pemimpin pesantren, KH Taufik Hidayat, S.Ag., M.I.Kom, pembukaan dilakukan oleh Wakil Pemimpin PP Laa Roiba, Ustadz Effendi, S.Sos.I—yang di lingkungan pesantren akrab disapa Ustadz Wartawan. Dalam sambutannya, ia menyampaikan pesan dari KH Taufik bahwa SKIM Laa Roiba adalah bagian dari ikhtiar moral untuk memperkuat kualitas sumber daya manusia masjid, khususnya di wilayah Muaraenim.
“Kita sering temukan masjid megah, tapi minim imam dan khatib yang siap. Bahkan, survei sederhana kami menunjukkan, masih banyak khatib belum memahami rukun khutbah, atau imam yang belum kuat tajwidnya. Di sinilah kami ingin hadir,” tegasnya.
Ustadz Wartawan berharap SKIM tidak dijalani sekadar menggugurkan jadwal. Tapi benar-benar menjadi kawah candradimuka. Tempat menempanya bukan hanya suara, tapi juga adab, akurasi bacaan, hingga etika berdakwah.
Sesi perdana SKIM ini dipandu langsung oleh Kepala SKIM Laa Roiba, Imron Supriyadi, S.Ag., M.Hum, yang juga mantan dosen UIN Raden Fatah Palembang. Dalam paparannya, Imron membuka pandangan: bahwa tugas khatib dan imam bukanlah profesi biasa. Ia adalah amanah rohaniah.
“Banyak orang bisa bicara. Tapi tidak semua bisa menjadi khatib. Banyak yang bisa baca Al-Qur’an, tapi tak semua layak menjadi imam. Salah satu bekal utama: tajwid yang benar,” ujar Imron, serius.
Ia mengingatkan bahwa fatalnya kesalahan dalam membaca ayat Al-Qur’an bisa membatalkan shalat berjamaah. Karenanya, SKIM Laa Roiba menyusun pendekatan yang tak biasa. Bukan teori dulu baru praktik, tapi praktik dulu baru evaluasi.
“Besok pagi kita mulai sesi praktik khutbah. Setiap peserta akan maju satu per satu, bicara dari mimbar. Setelah itu baru kita bahas, di mana kurangnya, di mana bagusnya,” tambahnya.
Yang menarik, SKIM juga membuka ruang bagi masyarakat umum, tidak hanya terbatas pada santri. Peserta dari masjid dan mushola di sekitar Muaraenim bisa bergabung. Jadwal kelas pun fleksibel: kelas pagi hingga siang, dan kelas siang hingga sore. Pendaftaran masih dibuka, dengan narahubung:
📞 Ust. Riki – 0852-4686-0643
📞 Ust. Imron – 0812-7127-4232
